Di sebuah desa yang damai, hiduplah seorang pemuda tampan bernama Kundang. Ia berasal dari keluarga sederhana, namun hatinya dipenuhi oleh kesombongan yang tak terkendali. Kundang merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang lain karena kekayaan yang dimilikinya.
Suatu hari, Kundang memutuskan untuk meninggalkan desa kecilnya dan mencari keberuntungan di kota besar. Ia merantau, membangun kekayaan dengan cara yang kurang jujur. Meskipun sukses secara material, hatinya semakin terkikis oleh kesombongan dan ketidakpedulian.
Ketika Kundang menjadi kaya raya, ia memutuskan untuk pulang ke desanya dengan gemerlap kekayaan dan kebanggaan yang menyertainya. Saat melihat ibunya yang sudah renta, Kundang menolak untuk mengakuinya. Ia memandang rendah pada keluarganya sendiri dan malu untuk diidentifikasi dengan mereka.
Pada suatu hari, Kundang kembali ke desanya dengan kapal mewahnya, diiringi oleh pelayan-pelayan yang setia. Desanya yang sederhana terkejut melihat perubahan Kundang. Namun, di tengah kegemerlapan dan kemegahan, datanglah seorang perempuan tua yang melangkah maju dengan hati penuh sakit.
Perempuan itu adalah ibu Kundang.
"Ibu!" seru Kundang dengan nada ketidakpercayaan.
Namun, sang ibu hanya berdiri di depannya dengan mata penuh kekecewaan. "Anakku, kenapa engkau melupakan akar dan keluargamu? Kekayaanmu tak sebanding dengan kehilangan hatimu yang tulus."
Kundang menolak untuk mengakui ibunya, bahkan perempuan tua itu berlutut di hadapannya memohon pengampunan. Dengan sombongnya, Kundang menolak dan menyuruhnya pergi.
Tak lama kemudian, langit yang cerah berubah menjadi kelam. Angin kencang menderu dan ombak besar menghantam kapal mewah Kundang. Pohon-pohon tua di desa bergoyang hebat, dan kilat menyambar di langit.
Kundang menyadari kesalahannya terlambat. Kapalnya terbalik, dan ia terlempar ke laut. Air menghantamnya, dan Kundang pun tenggelam. Ia berteriak memohon pertolongan, tapi pertolongan tak kunjung datang.
Malam itu, desa yang dulu pernah menyaksikan kelahiran Kundang, kini menyaksikan kematiannya. Ombak membawa jasad Kundang pergi, meninggalkan kekayaannya yang hancur dan hatinya yang sekarang tak bernyawa.
Dari peristiwa itu, masyarakat desa belajar bahwa kesombongan dan pengkhianatan terhadap akar dan keluarga akan berujung pada kehancuran. Kisah Maling Kundang menjadi pelajaran berharga, bahwa kekayaan sejati bukanlah yang terukur materi, tetapi kekayaan batin yang bersumber dari cinta, kejujuran, dan kesetiaan terhadap orang-orang terdekat.
0 #type=(blogger):
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang baik dan sopan